Minggu, 16 Agustus 2009

Pos Rakyat No.08 /Th.1/1 - 15 Agustus 2009

Dari Dunia Anak
Sampai Ke Resonansi Sepanjang Usia

Bocah belasan tahun yang dulu pernah menjadi penunggu tetap Gedung Panti Budaya, Dewan Kesenian Indramayu, ditemani lelaki paruh baya yang setia menjagakannya untuk bangun pagi, menyapu dan membersihkan pekarangan gedung itu, kini tak ditemukan lagi. Karena waktu benar-benar telah merubah semuanya.
Bocah belasan tahun yang tak sempat menamatkan SMP dan konon lari dari kampung halamannya, Ponorogo itu adalah Agus Purnomo. Kini dia sudah tumbuh dewasa dan jauh dari kekerasan hidup seperti beberapa tahun lalu. Dan lelaki paruh baya itu Yohanto A Nugraha yang harus setia mengajarkan arti hidup tanpa prasangka. Mereka bagai anak dan bapa yang sama-sama diintai dan mengintai waktu untuk tidak terjebak di dalamnya.
Kini Agus Purnomo sudah bukan lagi bocah belasan tahun yang sering terjebak hujan karena tak bisa membaca tanda-tanda cuaca. Kini Yohanto A Nugraha makin lebih berwibawa berkomunikasi dengan anak asuhnya. Lalu kini keduanya tersenyum bersama dalam satu even bergengsi di Grand Hotel Trisula.
Agus Purnomo tumbuh berkembang menjadi seorang fotografer, dan Yohanto A Nugraha sejak lama membenamkan diri di dunia kepenyairan. Agus Purnomo yang lahir 28 Maret 1983 itu oleh Grand Hotel Trisula diberi kepercayaan untuk mempamerkan kurang lebih 50 foto-foto karyanya, selama 3 hari berturut, dari tanggal 20 – 23 Juli 2009. Sedangkan Yohanto A Nugraha mengemas 54 tahun usianya dalam satu kumpulan puisi bertajuk “Resonasi Sepanjang Usia” yang dibacakan di Grand Hotel Trisula juga pada 22 Juli 2009.
Agus Purnomo dengan 50 foto-foto karyanya itu memilih objek serupa, yakni dunia anak yang tentunya bukan berangkat dari kepahitan hidup yang pernah dirasakannya. Tapi lebih dari sebagai upaya merekam keceriaan mereka yang suatu hari tak lagi mereka temukan ketika waktu menggiringnya menjadi orang dewasa.
Dunia kanak-kanak laki dan perempuan yang lucu, lugu, lurus dan penuh keceriaan terekam dalam berbagai pose diantara ruang dan waktu. Seolah ingin membeberkan pada dunia bahwa mereka masih menyimpan banyak harapan. “Jadi jangan rampas waktu bermain mereka, jangan rusak masa depan mereka dan jangan patahkan senyum tawa mereka,” begitu kata Purnomo, sebagai ungkapan keprihatinannya di peringatan Hari Anak Sedunia waktu itu.

Resonansi Sepanjang Usia
Sementara Yohanto A Nugraha, penyair yang kini memasuki usia (belum) senja itu telah mempertanggungjawabkan album puisinya Resonansi Sejanjang Usia. Walau pun hanya dengan kata-kata, “jangan salah menginterprastasikan karya seseorang, itu berbahaya,” jelasnya ke hadapan sejumlah pengunjung yang malam itu hadir menyaksikan pembacaan dan pembicaraan puisi-puisinya.
Memang kegiatan sastra di Indramayu malam itu jauh lebih istimewa dari yang sudah-sudah, selain digelar di Aula Pertemuan Grand Hotel Trisula. Agung Nugroho, wartawan Pikiran Rakyat dan Pemerhati Budaya yang membicarakan puisi-puisi Yohanto A Nugraha dalam kertas kerjanya berjudul Bermetamorfosa Dalam Bentuk, Abuk Berteriak Lirih” itu. Tanpa basa basi terasa sekali kejuran Agung menyileti batang tubuh puisi-puisi Yohanto.
Selain Agung Nogroho, pembicara lain bernama lengkap Fuzail Ayad Syahbana, dalam kertas kerjanya Kegamangan Aku Liris Di Antara Lalu Lalang Teks, mempersingkat namanya menjadi lebih AYAD. Dan ini memang terasa lebih penyair, kata moderator.
Karuan, ternyata dengan nama yang singkat itu, AYAD menjadi tidak punya basa basi lagi, dia memang harus jujur pada dirinya bahwa karya-karya Yohanto A Nugraha masih belum bisa dia pahami, sebagai mozaik kata-kata dengan miskin makna. (acep syahril)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar